
Menteri PPN Sebut Launching SDI Pengakuan Terhadap Pentingnya Data
JAKARTA - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menyampaikan bahwa Grand Launching Portal Satu Data Indonesia (SDI) merupakan manifestasi dan pengakuan terhadap pentingnya data.
Kepala Bappenas ini mengungkapkan, apapun upaya Indonesia dalam penyelenggaraan data semuanya akan bermuara pada fungsi dan wajah dari portal Satu Data Indonesia.
Ia menyebutkan, pada berbagai kesempatan dan khususnya pada pidato kenegaraan di DPR pada tanggal 16 Agustus 2019, Presiden menyampaikan bahwa data adalah sejenis kekayaan baru bangsa Indonesia.
Kemudian jelas Suharso Monoarfa, ketika Pelalawan sensus penduduk 2020, Presiden juga menyampaikan betapa berharganya data itu.
"Data menjadi valid sebagai salah satu kunci pembangunan. Sederhana saja dari saya sampaikan, kalau kita bicara soal yang paling dekat dengan kepentingan nasional kita adalah soal pangan. Kalau pangan itu kan berarti beras, begitu beras kita mau tanya kenapa kita impor dan kita punya jaga-jaga untuk impor dan kemudian berapa produksi, berapa yang ada di stok nasional yang dipegang oleh Bulog, bagaimana dan seterusnya, datanya sampai hari ini gak ada yang sama," ucapnya, Jumat (23/12/22).
Menteri PPN ini melanjutkan, beda halnya begitu bicara soal transaksi berjalan, karena semuanya berujung data itu di Bank Indonesia dengan sederhana mudah mudah didapatkan.
Oleh karena itu menurutnya, luar biasa pentingnya data itu. Karena itu arahan Presiden dituangkan dalam Peraturan Presiden nomor 39 tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia.
Peraturan Presiden tersebut menugaskan kepada seluruh kementerian, lembaga dan pemerintah termasuk pemerintah daerah untuk bekerja sama, berkolaborasi, menata kelola penyelenggaraan data di Indonesia.
"Yang paling penting adalah membuat data pembangunan itu valid, kredibel, akurat, mutakhir dan mudah diakses," ucapnya.
Suharso Monoarfa mengaku, tuntutan ini tentu menghadapi tantangan dalam penata kelolaan data yang begitu beragam di tanah air, mulai dari tantangan teknis maupun yang non teknis.
Beragamnya cara atau metodologi yang digunakan dalam menggunakan data sehingga menghasilkan data itu tidak berstandar dan akhirnya tidak bisa diperbandingkan.
Data yang sama, diproduksi oleh institusi yang berbeda akan menghasilkan data yang berbeda, sehingga tidak tahu data mana yang akan dipakai untuk pengambilan keputusan.
"Sekali lagi karena datanya tidak standar basisnya maka tidak bisa diperbandingkan. Tidak ada meta data baku yang memberikan informasi tentang data acuan kode referensi juga berbeda-beda," ujarnya.
Maka menurutnya, diperlukan sebuah standarisasi data, baik konsep maupun metodologinya, yang nanti diterangkan dalam metadata yang baku serta mengacu pada kode referensi yang disepakati dan itu sebuah keniscayaan.
"Termasuk nanti bagaimana keinginan kita untuk mau membagi pakaikan data itu sampai tingkat mana data itu bisa kita bagikan," ucapnya.
(Mediacenter Riau/ip)