
Musker LAMR Dibuka, Menegakkan Hak-hak Masyarakat Adat
PEKANBARU - Malam itu, Balai Ruang Tennas Effendi di lantai dua Balai Adat Melayu Riau mendadak sunyi. Tak ada suara selain lantunan merdu dari seorang qori yang melafalkan ayat-ayat suci Alquran. Heningnya malam terasa seperti memberi ruang bagi jiwa-jiwa yang hadir untuk bersatu dalam renungan. Ketika qori mengucap salam penutup, hadirin menjawab serempak, membuka babak baru yang penuh makna.
Itulah pembuka dari Musyawarah Kerja (Musker) 2025 Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR), sebuah forum tahunan yang tahun ini terasa berbeda, lebih padat makna, lebih berat beban, dan lebih tinggi harapan. Bertema “Menegakkan Hak-Hak Masyarakat Adat,” Musker ini tak sekadar ajang evaluasi kerja, tapi juga panggilan sejarah.
Musker yang berlangsung selama tiga hari, 13–15 Juni 2025, menjadi bagian dari rangkaian peringatan Milad ke-55 LAMR Provinsi Riau. Malam pembukaan yang dihelat Jumat (13/6) itu dihadiri tokoh-tokoh penting adat Melayu Riau.
Turut hadir mewakili Gubernur Riau, Zul Ikram, Kepala Bidang Cagar Budaya Dinas Kebudayaan Provinsi Riau. Duduk di barisan utama pula Datuk Seri H. Raja Marjohan Yusuf, Ketua Umum Majelis Kerapatan Adat (MKA) LAMR, dan Datuk Seri H. Taufik Ikram Jamil, Ketua Umum Dewan Pimpinan Harian (DPH) LAMR.
Mereka hadir bersama para pemangku adat dari seluruh penjuru Riau, Ketua Umum MKA dan DPH serta sekretaris masing-masing dari 12 kabupaten/kota. Menurut Datuk Jonnaidi Dasa, Ketua Panitia Milad, setiap daerah mengutus empat perwakilan.
Dalam elu-eluannya, Datuk Seri Taufik Ikram Jamil menegaskan bahwa Musker ini bukan sekadar formalitas tahunan sebagaimana diamanahkan dalam AD/ART LAMR, melainkan momentum strategis untuk dua hal besar, penegakan hak masyarakat adat dalam penertiban kawasan hutan, dan perjuangan mewujudkan Daerah Istimewa Riau (DIR).
"Jika kesempatan tahun 2025 ini lepas, maka akan sangat sulit memperjuangkan status Daerah Istimewa untuk Riau," ucapnya dengan nada serius. Ia menyebut Musker kali ini sebagai “Musker yang mendebarkan.”
Hal itu tak berlebihan. Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 Tahun 2025 tentang penertiban kawasan hutan menjadi agenda penting. Dari 3 juta hektare kawasan hutan di Indonesia yang terdampak penataan ini, sebagian besar berada di Riau. Pertanyaannya, apa yang akan diperoleh masyarakat adat? LAMR ingin jawaban itu tak hanya tertulis, tapi juga terasa nyata di tanah dan hidup orang Melayu.
Dalam pidato pembukaan mewakili Gubernur Riau, Zul Ikram menyampaikan harapan agar Musker melahirkan gagasan besar yang menjaga marwah adat dan budaya Melayu. “Semoga Musker ini selalu mendapat ridho dari Allah SWT,” ucapnya, disambut anggukan para tetua adat.
Ketua MKA LAMR, Datuk Seri Raja Marjohan Yusuf, memberi petuah amanah yang menggugah. Katanya, Musker bukan sekadar agenda tahunan, melainkan titik tolak menatap masa depan. Ia menyatakan dukungan penuh terhadap Perpres 5/2025, sekaligus mempertegas sikap LAMR bahwa status Daerah Istimewa adalah hak, bukan permintaan.
“LAMR mendukung penuh ide Daerah Istimewa Riau. Sudah saatnya kita memperjuangkan hak ini sebagai wujud kedaulatan adat dan pengakuan terhadap sejarah panjang tanah Melayu,” ujar Datuk Seri Marjohan.
(Mediacenter Riau/fik)