Konflik Manusia dengan Harimau di Riau: Ancaman Nyata dari Deforestasi
Pekanbaru – Konflik antara manusia dan harimau di Riau terus menjadi ancaman serius. Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) mencatat adanya peningkatan kasus serangan harimau terhadap manusia dalam beberapa tahun terakhir.
Koordinator Jikalahari, Okto Yugo Setiyo, mengungkapkan data yang mengkhawatirkan. "Sejak tahun 2018 hingga 2024, tercatat 15 kejadian serangan harimau yang mengakibatkan 13 korban jiwa dan 2 orang luka-luka," ujarnya, Jumat di Pekanbaru.
Okto menjelaskan, bahwa tingginya angka konflik ini tidak lepas dari hilangnya habitat satwa. Berdasarkan data Population Viability Analysis (PVA) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pada tahun 2016 ada 7 kantong habitat harimau di Riau.
“Berdasarkan PVA Kementerian KLHK, pada tahun 2016 ada 7 kantong habitat harimau di Riau. Pada kantong habitat harimau tersebut, ditemukan ada 36 perusahaan HTI dan 8 HGU perkebunan sawit,” katanya.
"Namun, wilayah-wilayah ini banyak yang terkonversi menjadi hutan tanaman industri (HTI) dan perkebunan sawit," tambahnya.
Lebih lanjut, Okto mengungkapkan bahwa 15 lokasi kejadian serangan harimau yang terdata oleh Jikalahari berada di dekat atau bahkan di dalam kawasan kantong habitat harimau.
“Kemudian juga ada kaitan antara aktivitas korporasi dengan meningkatnya kejadian serangan harimau terhadap masyarakat di kawasan kantong harimau di Riau. Semenanjung Kampar dan Senepis, selaku 2 daerah kantong harimau, alami deforestasi tinggi dalam 10 tahun terakhir,” sebutnya.
Pihaknya juga mencatat selama 2014 – 2023, terjadi deforestasi seluas 141.076,29 hektare di kawasan kantong harimau. Untuk 2 wilayah deforestasi tertinggi yaitu Semenanjung Kampar, dari 67.317,45 ha deforestasi yang terjadi, 33 persen di antaranya disumbangkan oleh korporasi.
“Sedangkan Senepis yang kehilangan tutupan hutan alamnya mencapai 30.037,34 ha, korporasi menyumbangkan peran besar mencapai 79 persen," ucapnya.
Dikatakan dia, bahwa hilangnya tutupan hutan dan terganggunya habitat harimau di kawasan ini, tidak terlepas dari aktivitas korporasi HTI dan HGU perkebunan sawit di areal tersebut.
"Terlihat bagaimana tidak ditemukannya kasus serangan harimau terhadap warga di sekitar Bukit Rimbang Baling karena minim deforestasi,” paparnya.
Deforestasi yang terjadi di kawasan kantong habitat harimau menjadi sorotan utama. Selama periode 2014-2023, tercatat deforestasi seluas 141.076,29 hektar di kawasan kantong harimau Riau.
"Korporasi HTI dan HGU perkebunan sawit menjadi penyumbang utama deforestasi di wilayah Semenanjung Kampar dan Senepis," ungkap Okto.
Hilangnya hutan tidak hanya mengurangi habitat harimau. Namun, juga memaksa satwa ini untuk mencari sumber makanan di area yang berdekatan dengan permukiman manusia. Akibatnya, konflik pun tak terelakkan.
"Sebagai perbandingan, di kawasan Bukit Rimbang Baling yang memiliki tingkat deforestasi yang relatif rendah, kasus serangan harimau terhadap warga sangat jarang terjadi," jelas Okto.
(Mediacenter Riau/ms)