
Memanfaatkan Lahan Untuk Bercocok Tanam Hasilkan Pangan
Pekanbaru - Arunika matahari terbesit menerpa ratusan pohon jagung yang tumbuh di hamparan tanah hitam dipenuhi humus. Daunnya mengayun diembus angin.
Pagi itu, pria bernama Andi mencangkul tanah dengan pacul andalannya. Dia tidak bekerja sendiri, namun ditemani oleh rekan kerjanya Takim dan Agus.
Lokasi kebun jagung berada di halaman belakang kantor UPT Laboratorium Lingkungan, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Riau, di Pekanbaru. Andi, Takim, dan Agus adalah petugas sekuriti di kantor tersebut.
Semangat berkebun bergema. Mereka memanfaatkan lahan kosong dengan bercocok tanam. Pemandangan hijau sejumlah tanaman menyapa siapa pun yang memasuki pekarangan itu.
Sembari menyeka keringat di kening, Andi menatap kumpulan tanaman jagung. Tinggi pohon jagung sekitar 180 sentimeter. Akarnya pohonnya berserabut, tumbuh menyebar ke samping dan ke bawah. Berkelindan ke dalam tanah.
Jagung di pekarangan itu ada dua jenis, yakni jagung manis dan jagung pulut atau ketan. Bibitnya ditanam sejak 1 Desember tahun lalu. Kini usia tanaman dengan nama ilmiah Zea mays itu, sudah lebih dari tiga bulan. Memasuki masa panen.
Andi mengisahkan, saban hari pada pukul 08.00 wib dan 17.00 wib, dibantu Takim dan Agus, rutin menyirami tanaman tersebut. Mereka pantang menyerah, merawat tanaman yang berasal dari Amerika Tengah itu. Penuh keuletan.
"Kebun ini kami garap mulai awal Desember 2023. Saya dibantu Takim dan Agus membersihkan lahan kosong dan membuat lubang-lubang. Setiap lubang dimasukkan 2 hingga 3 kecambah. Totalnya ada sekitar 600 bibit jagung yang ditanami. Kami siram rutin setiap jam 8 pagi dan jam 5 sore dan ditaburi pupuk," kata Andi membuka perbincangan, pada Senin (18/3).
Diungkapkan dia, dahulunya lahan kosong itu dipenuhi semak belukar. Tempat bersarang reptilia atau binatang melata.
"Sebelum ditanam jagung, di pekarangan ini ada biawak dan ular. Tapi setelah dibersihkan binatang itu, sudah tak nampak lagi. Mungkin mereka pergi mencari sarang baru," ujar Andi.
Selain ditanami jagung, lahan di sana juga ditanami sawi, pepaya, ubi roti, ubi kuning, dan ubi keriting. Selain itu, ada pula tanaman jenis serai, katuk, cabai rawit, pisang tandan, pisang batu, pisang kepok, dan pisang emas.
"Kendala ketika kami menanam di sini adalah faktor cuaca yang panas. Untuk menyiasatinya adalah dengan cara menyiram rutin, setiap pagi dan sore," Andi menuturkan.
Kini Andi, Takim, dan Agus tersenyum semringah. Pasalnya, benih jagung yang ditanam sudah bisa dipanen. Hasil panen yang didapati memang tidak begitu banyak, yakni 15 kilogram jagung.
"Alhamdulillah jagung sudah bisa dipanen. Hasilnya 15 kilogram. Kami berterima kasih kepada Kepala UPT Laboratorium Lingkungan yang telah memberikan bantuan bibit dan izin untuk bercocok tanam di sini," ucap Takim sembari tersenyum.
Sementara, Kepala UPT Laboratorium Lingkungan DLHK Riau, Irma Agustini menuturkan, mengelola pekarangan dengan menanam pelbagai sayuran menjadi salah satu cara untuk menyiasati pengeluaran pangan untuk kebutuhan makanan sehari-hari.
"Pemanfaatan lahan kosong justru menjadi peluang untuk serius mengelola lahan pekarangan. Dengan menanam sayur di lingkungan sekitar sekaligus bagian dari kampanye urban farming atau pertanian perkotaan. Selain menyediakan kebutuhan pangan, bertanam sayur dan buah-buahan juga dinilai akan bernilai ekonomi dan ekologi," katanya.
Urban farming adalah praktik bercocok tanam yang dilakukan di lingkungan perkotaan. Praktik ini mencakup pelbagai kegiatan, seperti menanam sayuran, buah-buahan, dan bunga.
"Program pertanian perkotaan memiliki pelbagai kontribusi positif terhadap lingkungan. Pertama, merupakan kegiatan produktif untuk memanfaatkan ruang terbuka serta optimalisasi lahan pekarangan dan lahan kosong. Kedua, dapat membantu merestorasi lingkungan," tutur Irma. (MC Riau)
(Mediacenter Riau/MC Riau)