Indonesia Negara Rawan Bencana, Jokowi Ingatkan Seluruh Pihak Antisipasi
PEKANBARU - Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) menyebutkan, bahwa Negara Indonesia adalah negara yang rawan terhadap bencana dan masuk dalam 35 negara rawan resiko bencana di dunia.
Ia menerangkan, berdasarkan informasi dari kepala BNPB, Doni Monardo menyampaikan bahwa setahun kemarin Indonesia menghadapi 3.253 bencana perhari kurang lebih sembilan bencana.
Untuk itu, Jokowi mengingatkan seluruh pihak di Indonesia, baik itu para menteri, pemerintah daerah dan lainnya untuk selalu melakukan antisipasi terhadap bencana.
"Bukan sebuah angka yang kecil, tapi cobaan ujian dan tantangan itu harus kita hadapi baik bencana hidrometeorologi maupun bencana geologi," ujarnya dalam Rakornas pengendalian bencana 2021, yang disiarkan melalui YouTube Sekretariat Presiden, Rabu (3/3/2021).
Presiden RI ini menuturkan, Indonesia menjadi negara rangking tertinggi rawan bencana karena jumlah penduduk Indonesia juga besar, sehingga resiko jumlah korban yang terjadi apabila ada bencana juga sangat besar.
Untuk itu, Jokowi melihat kunci utama dalam mengurangi risiko bencana adalah terletak pada aspek pencegahan dan mitigasi bencana, sehingga ia selalu menyampaikan berulang-ulang untuk pencegahan jangan sampai terlambat.
"Ini bukan berarti aspek yang lain dalam manajemen bencana tidak kita libatkan, bukan itu. Tapi jangan sampai kita hanya bersifat reaktif saat bencana terjadi," ungkapnya.
Ia meminta seluruh pihak agar harus mempersiapkan diri dengan antisipasi yang betul-betul terencana dengan baik dan detail, karena itu kebijakan nasional dan kebijakan daerah harus sensitif terhadap kerawanan bencana.
"Jangan ada bencana baru kita pontang-panting ribut atau bahkan saling menyalahkan. Seperti itu tidak boleh terjadi," ucapnya.
Jokowi menambahkan, saat ini Indonesia sudah memiliki rencana induk penanggulangan bencana 2020/2024 melalui Perpres 87 Tahun 2020. Dimana poin pentingnya bukan hanya berhenti dengan memiliki grand desain dalam jangka panjang saja.
Akan tetapi grand design itu harus bisa diturunkan dalam kebijakan kebijakan, dalam perencanaan-perencanaan, termasuk tata ruang yang sensitif dan memperhatikan aspek kerawanan bencana serta dilanjutkan dengan audit dan pengendali kebijakan dan tata ruang yang berjalan di lapangan bukan di atas kertas saja.
"Ini yang juga sudah berulang saya sampaikan," tutupnya. (MCR/IP)