
Ini 4 Lokasi Benchmarking Yang Dapat Dijadikan Contoh Bagi KUPS di Daerah
PEKANBARU - Direktur Bina Usaha Pemanfaatan Hutan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Ir. Istanto mengatakan bahwasanya Kementerian LHK bersama Kementerian Pertanian, Kementerian PUPR, dan Kementerian Pariwisata sedang bekerja sama untuk mendorong perkembangan integrasi areal perhutanan sosial.
Sebagai informasi, saat ini, telah terbentuk sebanyak 10.077 pengembangan usaha Kelompok Perhutanan Sosial (KUPS) dengan kategori KUPS pemula (blue) sebanyak 4.738, KUPS lanjut (silver) sebanyak 4300, sedangkan KUPS maju (gold) sebanyak 93 kelompok, dan KUPS mandiri sebanyak 50 kelompok.
Untuk Provinsi Riau sendiri, telah terbentuk 141 KUPS dengan kategori KUPS pemula (blue) sebanyak 124, KUPS lanjut (silver) sebanyak 15, dan KUPS maju (gold) sebanyak 2 unit.
Ia menjelaskan, saat ini KUPS di daerah telah menghasilkan produk komoditas seperti kopi, madu, aren, kayu putih, buah-buahan, dan sebagainya.
"Jadi kayu dan tanaman pangan dengan nilai ekonomi produk usaha sebesar 170 milyar. Ini artinya nilai yang sangat luar biasa dari kegiatan perhutanan sosial pada tahun 2022," jelasnya.
Terdapat benchmarking (pembanding, red) bagi KUPS di 4 lokasi yaitu Pengembangan Area Terpadu (Integrated Area Development/IAD) Kabupaten Lumajang, IAD Bangka Belitung, lumbung pangan (food estate integrated area development/FEIAD) di Kalimantan Tengah, dan FEIAD di Sumatera Utara.
Lokasi-lokasi tersebut akan menjadi contoh bagi KUPS yang ada di tempat lain.
"Khususnya KUPS yang ada di Riau ini bisa juga dijadikan model bagi daerah lain," sebut Istanto saat menghadiri penyerahan SK pada perwakilan kelompok penerima SK Perhutanan Sosial dan SK TORA di Ruang Rapat Melati Kantor Gubernur Riau, Rabu (22/02/2023).
Selain itu, menurutnya, pembentukan kluster bisnis kelompok dalam program pemberdayaan masyarakat berbasis perhutanan sosial ini tentunya memerlukan fasilitas yang utuh.
"Mulai dari pemberian akses lahan, fasilitasi sarana dan prasarana usaha tani, permodalan usaha, perintisan bersama off taker sampai kepada penerima produk akhir," ungkapnya.
Oleh karena itu, perlu adanya integrasi, inovasi dan kolaborasi program yang melibatkan berbagai pihak yaitu kementerian teknis, pemerintah daerah, pelaku usaha dan perbankan sehingga terselenggara dukungan perencanaan keuangan dan teknis untuk mewujudkan kluster-kluster bisnis bagi kelompok usaha pertahanan sosial ini.
Selanjutnya, peran pendamping di lapangan juga sangat diperlukan dengan harapan satu kelompok perhutanan sosial bisa didampingi oleh satu pendamping sehingga dapat menjadi sarana pendekatan secara teknis guna mengelola kelembagaan, kawasan dan kelola usaha.
"Sehingga menjembatani alur kebutuhan kelompok dan dukungan yang akan diberikan dari berbagai pihak," tandas Istanto.
(Mediacenter Riau/nb)