Ini 5 Rekomendasi TPID Riau Kelola Inflasi 2022
PEKANBARU - Pada bulan Mei 2022, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Riau mengalami inflasi sebesar 0,88% (mtm), lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang sebesar 0,60% (mtm).
Inflasi Riau pada bulan Mei utamanya bersumber dari kelompok penyediaan makanan dan minuman/restoran (nasi dengan lauk dan bakso siap santap).
Kemudian penyedia makanan minuman dan tembakau (bawang merah, daging ayam ras), serta transportasi (tarif angkutan udara).
Selain itu, tekanan inflasi yang lebih tinggi tertahan oleh penurunan harga minyak goreng, cabai merah, semen, jengkol, dan cabai hijau.
Dengan perkembangan tersebut, inflasi tahunan Riau pada Mei 2022 sebesar 4,51% (yoy), atau lebih tinggi dari bulan sebelumnya 3,68% (yoy).
Merespons perkembangan tekanan inflasi tersebut, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Riau menyelenggarakan High Level Meeting (HLM) pada Selasa, (14/6/2022).
Agenda utama yang diangkat pada pertemuan ini, yaitu Upaya Pengelolaan Tekanan Inflasi Tahun 2022.
Adapun pertemuan ini dibuka oleh Wakil Gubernur Riau (Wagubri) Edy Natar Nasution, dan turut dihadiri oleh Asisten II Sekretariat Daerah Provinsi Riau.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau, Muhamad Nur menjelaskan, bahwa tekanan inflasi di Provinsi Riau dipengaruhi oleh 2 faktor dominan.
Ia membeberkan, pertama adalah faktor yang bersifat fundamental yaitu pemulihan daya beli, dan kedua adalah faktor eksternal yang berasal dari peningkatan harga komoditas secara global.
"Walaupun tekanan inflasi saat ini lebih bersifat demand side, namun kenaikan tersebut tetap harus diwaspadai dan dikelola," kata Muhamad Nur.
Diungkapkan dia, bahwa kondisi itu bisa memengaruhi daya beli masyarakat terutama pada kelompok masyarakat yang tidak mengalami peningkatan income atau tidak menikmati fenomena pemulihan ekonomi.
Disampaikan, Riau masih menghadapi risiko peningkatan tekanan inflasi hingga akhir tahun. Berdasarkan historisnya, tekanan inflasi di Riau mengalami peningkatan pada periode Juni-Juli dan Oktober-November.
"Komoditas yang seringkali menyumbang tekanan inflasi diantaranya aneka cabai, bawang merah, daging ayam ras, telur ayam ras, dan minyak goreng," ujar Muhamad Nur.
Jika dilihat secara disagregasinya, seluruh kelompok (volatile food, administered price, dan inti) memiliki risiko yang dominan mendorong tekanan inflasi.
"Krisis pangan global serta defisit produksi di wilayah sentra lokal berisiko dapat mendorong inflasi keseluruhan tahun 2022 lebih tinggi dari sasaran target inflasi," sebutnya.
Selain itu, masa pemulihan ekonomi mendorong peningkatan biaya produksi pada barang kebutuhan konsumsi masyarakat.
Pengelolaan tekanan inflasi dari supply side dilakukan dengan memetakan sumber-sumber tekanan inflasi untuk beberapa sumber tekanan yang bersifat domestik.
Sehingga, kata dia, TPID dapat menempuh langkah-langkah yang relevan untuk mengatasi kondisi tersebut sesuai dengan pelaksanaan tugas dari masing-masing OPD/Instansi.
"Sementara, pengelolaan tekanan inflasi yang bersumber dari faktor eksternal dilakukan dengan meningkatkan efektivitas komunikasi untuk menjaga ekspekatsi dan permintaan masyarakat," ungkapnya.
Berikut beberapa poin rekomendasi yang turut disampaikan pada pertemuan tersebut, yaitu:
1. Memperkuat kembali peran Tim Satgas Ketahanan Pangan di seluruh kota/kabupaten, utamanya terkait pemantauan pasokan dan harga serta kelancaran distribusi bahan pangan strategis, sebagai penguatan basis data early warning inflasi daerah;
2. Mengusulkan kepada Pemerintah Provinsi terkait penugasan BUMD yang menangani bidang pangan sebagai instrumen pengendalian inflasi pemerintah;
3. Mendorong percepatan penugasan Bulog untuk distribusi komoditas pangan yang berpotensi mengalami peningkatan harga karena faktor eksternal, seperti tepung terigu dan pupuk;
4. Mmenjalin komunikasi kepada pihak-pihak tekait dan masyarakat mengenai jaminan keterjangkauan harga untuk mencegah terjadinya panic puying;
5. Mendorong Pemda untuk segera menyalurkan bantuan sosial baik yang reguler (BLT, dana desa, dsb) maupun bantuan kepada UMKM untuk mengurangi beban rumah tangga yang tidak memiliki income tetap.
Selain itu, Pemprov Riau juga mendorong perusahaan yang memiliki CSR untuk segera merealisasikan programnya.
"TPID Riau akan terus meningkatkan koordinasi bersama stakeholder terkait. Melakukan pemantauan ketersediaan pasokan dan menjaga stabilisasi harga bahan pangan secara berkesinambungan," jelasnya.
Menurut Muhamad Nur, hal ini agar tekanan inflasi dapat tetap terkendali hingga akhir tahun 2022.
Turut hadir pada pembahasan tersebut, Selain itu, turut dihadiri jajaran Pemerintah kabupaten dan kota se-Provinsi Riau, Bank Indonesia, Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UMKM.
Lalu, Dinas Pangan, Tanaman Pangan, dan Hortikultura; Kanwil DJPb Provinsi Riau; Bulog Kanwil Riau Kepri, serta instansi atau stakeholder terkait lainnya.
(Mediacenter Riau/rat)