
Gubri Abdul Wahid: Perusahaan Tak Patuh Lingkungan dan Pajak Daerah Akan Ditindak Tegas!
Pekanbaru – Gubernur Riau (Gubri) Abdul Wahid menegaskan komitmen Pemprov Riau untuk menindak tegas perusahaan yang tidak patuh terhadap kewajiban lingkungan hidup dan perpajakan daerah. Penegasan ini disampaikan dalam acara Penyerahan Sertifikat PROPER 2023–2024 serta penandatanganan komitmen optimalisasi pajak daerah di Balai Serindit, Senin (16/6/2025).
Gubernur menyampaikan hasil evaluasi PROPER terhadap 307 perusahaan menunjukkan masih banyak pelaku usaha yang belum memenuhi standar kinerja lingkungan. Sebanyak 81 perusahaan meraih peringkat Merah dan 10 perusahaan lainnya ditangguhkan.
“Peringkat merah bukan sekadar catatan, melainkan peringatan keras. Pemerintah Provinsi Riau tidak akan mentoleransi kelalaian dalam pengelolaan lingkungan,” tegas Gubernur.
Selain itu, Gubernur Wahid juga menyoroti rusaknya infrastruktur jalan provinsi dan kabupaten/kota akibat aktivitas kendaraan bertonase berlebih (ODOL) milik perusahaan. Saat ini, hanya 68,35% jalan provinsi yang dalam kondisi mantap, sementara 94% biaya perbaikannya dibebankan kepada APBD.
“Perusahaan menikmati akses jalan, tetapi belum menunjukkan kontribusi sepadan. Kami akan menindak tegas pelaku usaha yang merusak tanpa memperbaiki,” ujarnya.
Gubernur juga mengungkap adanya praktik pelanggaran lain oleh perusahaan, seperti penggunaan kendaraan non-BM, pembelian BBM dari penyalur ilegal, dan pemanfaatan air permukaan tanpa alat ukur sah. Menurutnya, hal ini menyebabkan kebocoran pajak dan kerugian bagi daerah.
“Jika perusahaan masih mengabaikan kewajiban, kami akan ambil langkah tegas. Tidak ada lagi toleransi,” tegasnya.
Sebagai bentuk tindakan konkret, Pemerintah Provinsi Riau telah membentuk Satuan Tugas Pajak Daerah bersama Kepolisian Daerah (Polda) Riau, BPKP, dan instansi terkait. Selain itu, pemerintah tengah menyiapkan insentif berupa pemutihan pajak kendaraan bermotor dan potongan PBBKB hingga 50% bagi perusahaan yang patuh dan tertib administrasi perpajakan.
Dalam bidang sumber daya air, seluruh perusahaan diwajibkan menggunakan alat ukur yang sah dan terkalibrasi untuk mencatat pemanfaatan air permukaan.
Gubernur juga mengingatkan perusahaan perkebunan untuk menjalankan kewajiban Fasilitasi Pembangunan Kebun Masyarakat (FPKM) sebesar 20%, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 98 Tahun 2013 dan diperkuat dalam Undang-Undang Cipta Kerja.
“Ini bukan sekadar regulasi, tetapi bentuk keadilan ekonomi yang wajib dikembalikan kepada rakyat,” katanya.
Menutup pernyataannya, Gubernur Abdul Wahid menegaskan tidak akan mewariskan Provinsi Riau dalam kondisi terpuruk. “Saya ingin meninggalkan Riau yang kuat secara fiskal, mantap infrastrukturnya, dan bersih lingkungannya. Kami terbuka untuk investasi, tetapi menolak eksploitasi. Jika perusahaan tidak patuh, kami tidak ragu bertindak,” pungkasnya.
(Mediacenter Riau/ns)