
Dinyatakan Lengjkap, Berkas Kasus Penyelundupan Sisik Trenggiling 31 Kg Dilimpahkan ke Kejari Tembilahan
Pekanbaru - Balai Gakkum Kehutanan Wilayah Sumatera menyerahkan seorang pria berinisial MS (24), tersangka penyelundupan sisik trenggiling seberat lebih dari 31 kilogram, ke Kejaksaan Negeri Tembilahan.
Kepala Balai Gakkum Wilayah Sumatera, Hari Novianto, dalam keterangan tertulisnya, Senin (5/5) mengatakan, penyerahan berkas dan tersangka dilakukan pada Senin (29/4) kemarin.
Hari mengatakan, pelimpahan ini merupakan bagian dari proses hukum tahap II setelah penyidik menyatakan seluruh berkas perkara lengkap. Barang bukti yang turut diserahkan meliputi satu karung sisik trenggiling, sebuah handphone, dan tiket kapal laut.
Kasus ini mencuat saat patroli laut Bea Cukai Tembilahan menghentikan Speedboat SB SUNRICKO 88 di Perairan Sapat, Kuala Indragiri, Kabupaten Indragiri Hilir, Riau pada 29 Januari 2025.
Dari hasil pemeriksaan, petugas mendapati satu karung berisi sisik trenggiling dan seorang penumpang yang mengaku sebagai pemiliknya: MS, pria muda berusia 24 tahun.
MS kini harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di depan hukum. Ia dijerat dengan berbagai pasal terkait perlindungan satwa liar berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 yang telah diperbarui melalui UU No. 32 Tahun 2024, serta peraturan turunannya tentang pengawetan spesies yang dilindungi.
Hari menegaskan bahwa pihaknya serius dalam memutus mata rantai perdagangan ilegal satwa liar.
“Wilayah Sumatera, termasuk Riau, Aceh, dan Sumbar, sering menjadi jalur peredaran sisik trenggiling ilegal. Kami terus memburu para pelaku dan memetakan jaringan penyelundupan yang masih aktif,” tegasnya.
Ia juga mengapresiasi peran Bea Cukai dan seluruh pihak yang terlibat dalam keberhasilan pengungkapan kasus ini. Menurutnya, kolaborasi antar-lembaga menjadi kunci dalam menjaga kekayaan hayati Indonesia dari ancaman eksploitasi dan perdagangan ilegal.
Trenggiling merupakan salah satu satwa paling rentan terhadap perburuan liar. Sisiknya kerap diburu karena dipercaya memiliki nilai tinggi dalam pengobatan tradisional, meski manfaat medisnya belum terbukti secara ilmiah.
(Mediacenter Riau/hb)