
Gubri Abdul Wahid Bentuk Tim Khusus Benahi Industri Kelapa Riau
PEKANBARU - Pemerintah Provinsi Riau menunjukkan komitmen kuat untuk menjaga keberlangsungan industri perkebunan, termasuk kelapa, demi kesejahteraan para pekerja dan masyarakat luas. Penegasan ini disampaikan oleh Gubernur Riau (Gubri) Abdul Wahid, dalam sebuah rapat koordinasi penting yang melibatkan Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Riau serta Bupati Indragiri Hilir.
Pertemuan strategis ini bertujuan untuk mencari solusi komprehensif terkait tantangan yang dihadapi sektor perkebunan, terutama dengan tren kenaikan harga kelapa. Gubri menyoroti secara khusus fenomena harga kelapa sawit yang kian menunjukkan tren peningkatan.
Menyikapi dinamika pasar ini, Gubri mengambil langkah proaktif dengan menginstruksikan pembentukan dua tim khusus. Kedua tim ini akan memiliki fokus yang berbeda namun saling melengkapi, yaitu tim yang secara mendalam akan menggarap aspek tata kelola perkebunan kelapa sawit, dan tim lainnya yang akan mengoptimalkan tata niaga komoditas kelapa.
Perhatian utama dari kedua tim ini adalah penataan regulasi harga, isu-isu ketenagakerjaan, serta perumusan insentif yang dapat diberikan kepada para pelaku usaha di sektor perkebunan kelapa sawit.
Lebih lanjut, Gubernur Wahid menguraikan bahwa pembenahan aspek tata kelola perkebunan kelapa harus mencakup berbagai elemen krusial. Elemen-elemen tersebut meliputi pengelolaan usia tanam kelapa yang optimal, pemilihan dan penggunaan bibit unggul berkualitas, pembangunan dan pemeliharaan tanggul yang efektif, serta implementasi instruksi tata kelola air laut yang tepat.
Selain itu, Gubernur juga menekankan pentingnya perencanaan yang matang untuk periode pasca-replanting. Ia mengingatkan bahwa pohon kelapa membutuhkan waktu yang cukup lama, antara tiga hingga lima tahun, untuk kembali menghasilkan buah setelah proses peremajaan.
Selama masa produktivitas yang menurun ini, para petani memerlukan solusi alternatif atau kegiatan ekonomi pengganti agar tetap dapat mempertahankan mata pencaharian. "Perlu disiapkan tanggul, sistem tata air, dan bibit unggul. Masa pasca-replanting itu panjang, petani harus punya kegiatan pengganti agar tetap produktif," tegas Gubri Abdul Wahid.
Selain isu tata kelola, Gubernur Wahid juga menyoroti adanya disparitas harga antara kelapa yang diperdagangkan di dalam negeri dengan harga di pasar internasional. Berdasarkan informasi yang diperoleh, harga kelapa di pasar luar negeri cenderung lebih kompetitif, salah satu faktornya adalah adanya insentif yang diberikan oleh pemerintah negara-negara tersebut serta regulasi yang lebih memudahkan bagi perkembangan industri kelapa mereka.
"Tadi saya tanyakan, kenapa di luar negeri bisa beli kelapa lebih murah? Ternyata mereka dapat insentif dari pemerintah, regulasi industrinya pun dimudahkan. Sementara di dalam negeri, industri kelapa belum mendapat insentif seperti itu," jelasnya.
Wahid, mengungkapkan perlunya evaluasi dan penyesuaian kebijakan di tingkat nasional. Ia juga mengamati bahwa sektor kelapa di Indonesia saat ini masih didominasi oleh skala perkebunan rakyat dan belum sepenuhnya bertransformasi menjadi industri besar yang terorganisir dengan baik, berbeda dengan industri kelapa sawit yang telah memiliki struktur pasar yang lebih mapan dan teratur.
Sementara itu, pemanfaatan kelapa di dalam negeri masih banyak terkonsentrasi pada konsumsi rumah tangga dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), yang seringkali membutuhkan modal yang lebih besar dan menyerap lebih banyak tenaga kerja.
"Industri kelapa masih berbasis rakyat. Konsumsinya juga terbagi, ada untuk rumah tangga dan UMKM. Artinya, sektor ini padat karya dan padat modal, tapi belum ditopang dengan kebijakan industri yang kuat," pungkas Gubernur Wahid, menyimpulkan perlunya dukungan kebijakan yang lebih kuat untuk mengembangkan potensi industri kelapa di Riau dan Indonesia secara keseluruhan. (NS).