YOGYAKARTA - Direktur Eksekutif Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK), Nisa Felicia mengatakan bahwa Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2025 Tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik Dalam Pelindungan Anak (TUNAS) telah diinisiasi sejak 2023 melibatkan kajian dan diskusi bersama berbagai pemangku kepentingan. 

Oleh karena itu kata dia, kehadiran PP TUNAS dirancang untuk menciptakan ruang digital yang aman bagi anak, sehingga anak-anak bisa mendapat manfaat dari dunia digital yang mendukung tumbuh kembang mereka.

"Kebijakan ini ditujukan untuk melindungi sekitar 80 juta anak Indonesia atau anak usia di bawah 18 tahun," katanya, dalam bimtek ASN Melek Digital Penguatan Peran Komunikasi Publik Implementasi PP Tunas 17 Tahun 2025 yang dihadiri oleh ASN dinas komunikasi dan informasi daerah dan lainnya secara virtual, disiarkan melalui YouTube Ditjen Komunikasi Publik, Kamis (22/5/25). 

Nisa Felicia mengungkapkan berdasarkan data UNICEF tahun 2023, mayoritas anak menggunakan internet rata-rata 5.4 jam per hari. Sedangkan kata dia, dalam 4 tahun terakhir terdapat lebih dari 5 juta kasus pornografi anak. 

"Sekitar 89 persen anak usia 5 tahun ke atas menggunakan internet hanya untuk media sosial dan meningkatkan kemungkinan terpapar risiko-risiko di ruang digital," lanjut dia. 

Untuk itu, Direktur Eksekutif PSPK menerangkan, PP TUNAS mengatur akuntabilitas penyelenggara sistem elektronik (PSE) dan mendorong peran serta masyarakat dalam memastikan bahwa di ruang digital setiap anak mendapatkan hak untuk dilindungi dari berbagai risiko yang berdampak buruk bagi kehidupan dan masa depan mereka. 

Sebab berbagai negara telah berupaya menciptakan ruang digital yang aman bagi anak, umumnya melalui asesmen risiko dan pencegahan akses ke konten berbahaya. 

"Indonesia perlu mengambil langkah serupa, seperti Australia mengatur penyedia platform digital untuk aktif mencegah konten berbahaya dan pembatasan media sosial untuk anak kecil dari 16 tahun," lanjut dia. 

Nisa Felicia mengungkapkan, melalui PP TUNAS ini memberikan pelindungan diatur berbasis pada tingkat risiko yang  dihadapi anak di ruang digital.

Sehingga jelasnya, hadirnya PP TUNAS mengatur penilaian tingkat risiko produk, layanan, dan fitur (PLF) terhadap anak berdasarkan tujuh aspek  penilaian yang menunjukkan tingkat potensi. 

Diantaranya berkontak dengan orang lain yang tidak dikenal, terpapar pada konten pornografi, konten kekerasan, konten yang berbahaya bagi keselamatan nyawa, dan konten lain yang tidak sesuai peruntukan anak. 

Berikutnya, eksploitasi anak sebagai konsumen, mengancam keamanan data pribadi anak, menimbulkan adiksi, gangguan kesehatan psikologis anak, dan gangguan fisiologis anak. 

"PP TUNAS mengatur pelindungan anak secara komprehensif, diantaranya kewajiban Penyelengara Sistem Elektronik (PSE) untuk mengatur batasan minimum usia anak yang dapat menggunakan PLF-nya," tutup dia.