
Menteri ATR/BPN Soroti Tumpang Tindih Lahan dan Tegaskan Sanksi Bagi Pengusaha Sawit Nakal
PEKANBARU - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Republik Indonesia, Nusron Wahid, menyampaikan sejumlah persoalan strategis yang menjadi fokus pembahasan dalam kunjungan kerjanya ke Provinsi Riau. Saat melakukan pertemuan bersama pemerintah provinsi dan kabupaten/kota se-Riau, Nusron menekankan pentingnya sinergi dalam menyelesaikan persoalan agraria di daerah tersebut.
"Kita telah melakukan rakor tadi yang pertama kita membahas masalah kebijakan pertanahan di Riau, seperti tumpang tindih lahan sawit HGU dengan kawasan hutan. Kedua kita membahas tentang tata ruang, ketika banyak orang atau perusahaan yang menanam sawit, dulunya sudah ada HGU, tiba-tiba di kemudian hari masuk kawasan hutan," ujarnya Menteri ATR/BPN RI Nusron, Kamis (24/4).
Dijelaskan, persoalan tata ruang dan perizinan lahan di Riau telah menimbulkan banyak konflik. Mulai permasalahan antara masyarakat dengan perusahaan, maupun antara perusahaan dengan pemerintah. Kondisi ini perlu ditangani dengan kebijakan yang tegas dan terintegrasi.
Lebih lanjut, Nusron menyampaikan empat poin penting lainnya yang turut dibahas dalam rakor, yakni penyelesaian sengketa tanah, reforma agraria, dan kewajiban perusahaan sawit dalam pemberian lahan plasma kepada masyarakat.
"Keempat adalah penyelesaian sengketa-sengketa tanah, terutama konflik klaim tumpang tindih antara tanah pemerintah provinsi dengan tanah perusahaan. Kelima, tentang reforma agraria, dan keenam tentang plasma sawit," jelasnya.
Menteri ATR/BPN Nusron menegaskan, pemerintah tidak akan tinggal diam terhadap praktik pengelolaan lahan yang tidak sesuai aturan. Ia menyiapkan sanksi tegas bagi pengusaha sawit yang menanam di luar area HGU ataupun tidak memenuhi kewajiban memberikan plasma kepada masyarakat sekitar.
"Kita udah tekankan, nanti akan kami cek kalau ada pengusaha sawit yang menanam di luar HGU secara sengaja, akan kami denda. Kemudian kalau ada yang nggak mau ngasih plasma, akan kami cabut HGU-nya," tegas Nusron.
Dituturkan, kebijakan ini merupakan bentuk perlindungan terhadap hak-hak masyarakat dan upaya mewujudkan keadilan dalam pengelolaan sumber daya agraria di daerah. Ia juga mengingatkan bahwa implementasi seluruh agenda ini memerlukan kerja sama yang solid antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Sehingga, tanpa kolaborasi, ia menilai kebijakan yang ada tidak akan efektif di lapangan.
"Tindak lanjutnya ya, kerja. Kalau kerja ya dikerjakan. Semua yang kita kerjakan ini nggak mungkin bisa jalan sendiri tanpa sinergi pemda, baik pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten kota." pungkasnya.
(Mediacenter Riau/bib)